BLOGGER TEMPLATES AND Friendster Layouts »

Rabu, 27 April 2016

Pilkada

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemilihan Kepala Daerah atau yang sekarang lebih dikenal dengan Pilkada secara langsung merupakan sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang menjadi momentum politik besar untuk menuju demokratisasi. Momentum ini seiring dengan salah satu tujuan reformasi, yaitu untuk mewujudkan Indonesia yang lebih demokratis yang hanya bisa dicapai dengan mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat.

 Perubahan format Pilkada setelah berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 telah mengakhiri pengaruh Pemerintah Pusat yang dominan. Pilkada langsung dilaksanakan sebagai wujud nyata pelaksanaan demokrasi dalam mengajarkan masyarakat untuk melihat dan berpikir secara objektif terhadap fenomena politik di tingkat daerah, sehingga masyarakat tidak semata-mata terfokus pada pola pikir dan perilaku politik para elite politik yang berkompetisi dalam Pilkada.

 Di lain sisi, Pilkada secara langsung yang dilakukan saat ini juga memiliki sisi negatif dimana Pilkada secara langsung dianggap tidak efisien, hal ini dikemukakan oleh Hafiz Anshary yang mewacanakan agar Pilkada dipilih 2 oleh DPRD kembali, alasannya pemilukada secara langsung tidak efisien mengakibatkan konflik antar masyarakat, dan maraknya politik uang.

1.2  RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
a.       Apakah pengertian pemilu?
b.      Apa sajakah dasar hukum pemilu?
c.       Apa itu pemilu 2014?
d.      Apa itu DPT?
e.       Bagaimanakah permasalahan DPT?

1.3  TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan perumusan masalah diatas yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan solusi atas kisruh Daftar Pemilih Tetap (DPT).

1.4  MANFAAT PENULISAN
Manfaat penulisan ini yaitu :
·         Sebagai salah satu syarat tugas mata kuliah Bahasa Indonesia 2 mengenai Pemilukada DKI Jakarta.
·         Hasil penulisan ini dapat berguna bagi yang membacanya dan menjadi sumbangan saran kepada pemerintah dalam hal mengurangi daftar pemilih tetap dalam setiap Pemilu.
·         Hasil penulisan ini  dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademis dalam bidang pendidikan dan juga kepada instansi pemerintah dalam melihat perkembangan sistem demokrasi di Indonesia khususnya DKI Jakarta.

2. Landasan Teori

2.1. Pengertian Pilkada
Setiap Daerah di indonesia Mempunyai Pemimpin diantaranya adalah Gubernur, Bupati dan wali kota. Nah untuk memilih pemimpin tersebut maka pemerintah pusat melaksanakan pemilihan langsung yang dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah. Pemilihan ini biasa disebut sebagai PILKADA. 

Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut PILKADA atau Pemilukada dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang antara lain Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten, serta Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. Sedangkan Khusus untuk daerah Aceh, Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Pengertian Lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan pemilihan Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 


2.2. Dasar Hukum Pilkada

Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-Undang berikut adalah Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA yang antara lain adalah :
  1. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah
  2. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan Daerah
  3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PEMILIHAN, PENGESAHAN PENGANGKATAN, DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH
  4. PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005

2.3. Pengertian DPT
Daftar Pemilih Tetap (DPT) adalah data kependudukan milik pemerintah dan pemerintah daerah yang telah dimutakhirkan oleh KPU untuk keperluan pemilu. DPT ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Data kependudukan sendiri terdiri dari data penduduk dan data penduduk potensial Pemilih Pemilu (DP4). Jadi, dalam menetapkan DPT KPU menggunakan data kependudukan yang diberikan pemerintah dan pemerintah daerah melalui Dinas Kependudukan.


3. Pembahasan

Masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi salah satu permasalahan klasik yang mewarnai pemilihan umum kepala daerah dan Pilpres. Menjelang 2014, permasalahan ini kembali mencuat ke masyarakat. Pasalnya jumlah calon pemilih Pemilu 2014 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak sesuai dengan temuan beberapa partai politik. Jumlah yang diumumkan oleh KPU adalah sekitar 186 juta dan masih ada 10,4 juta DPT bermasalah. KPU kemudian memverifikasi lagi bahwa sekitar 3,2 juta nama pemilih tidak bermasalah. Sedangkan PDI Perjuangan mengklaim menemukan sebanyak 10,8 juta daftar pemilih tetap bermasalah.

3.1.       Keakuratan DPT
Penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dalam Pemilu merupakan salah satu tahapan yang paling krusial dalam menjamin terlaksananya pemilu yang berkualitas, demokratis, serta jujur dan adil.
Akurasi data pemilih merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan demokrasi elektoral. Akurasi daftar pemilih akan menentukan legitimasi dari Pemilu 2014.Disana terdapat hak konstitusional warga negara yang dijamin oleh undang-undang untuk ikut memilih dan dipilih (rights to vote and rights to be candidate).
Kisruh tentang DPT bukan merupakan hal baru dalam pemilu di Indonesia. Sejak pemilu tahun 1999 sampai 2009, DPT memang selalu menjadi catatan tersendiri. Tahun 2004 menurut survei Jaringan Universitas dan Lembaga Swadaya Masyarakat tercatat sebanyak 9% pemilih tidak terdaftar. Sedangkan tahun 2009 merupakan pemilu dengan DPT paling amburadul, jutaan warga tidak dapat memilih karena tidak terdaftar dalam DPT.

Pada pemilu tahun 2014 ini, KPU menyebutkan bahwa rekapitulasi DPT 33 Provinsi menghasilkan 545.362 TPS, serta dari 80.801 desa / kelurahan, 496 kabupaten / kota, total pemilih dalam DPT berjumlah 186,8 juta orang. Sedangkan daftar pemilih versi DP4 Kemendagri berjumlah 190 juta orang. Terdapat selisih sekitar 4 juta daftar pemilih antara data KPU dan Kemendagri.
Data DPT yang disajikan oleh KPU ternyata masih belum valid, karena berdasarkan hasil temuan Bawaslu masih ada data yang perlu diperbaiki. Temuan Bawaslu diantaranya mengenai belum sinkronnya data yang ada pada Sistem Pemutakhiran Data Pemilih (Sidalih) dengan data yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Misalnya saja Sumatera Utara, berdasarkan hasil Pleno KPU Provinsi menyatakan pemilih berjumlah 9.840.562 orang. Namun, data yang terdaftar di Sidalih terdapat 9.803.082 orang. Masalah ini tidak hanya di Sumatera Utara, tapi hampir di seluruh Indonesia.

Meskipun KPU menyatakan data yang valid adalah data yang terdapat dalam Sidalih, akan tetapi secara legal formal, yang harus dijadikan dasar penetapan DPT nasional adalah data yang ditetapkan oleh KPU kabupaten/kota. Disamping data yang belum sinkron, Bawaslu juga masih menemukan sekitar 11.000 data pemilih yang bermasalah, diantaranya karena NIK ganda, NIK kosong, status perkawinan tidak terisi bahkan hingga pemilih fiktif.

Persoalan krusial dari tahapan pemilu–berkaca dari pemilihan sebelumnya–selalu berkutat pada masalah daftar pemilih. Seharusnya semua pihak, baik KPU, pemerintah, maupun DPR, atau partai-partai peserta pemilu, memberi perhatian serius kepada akurasi daftar pemilu. Akurasi daftar pemilih harus betul-betul terjamin

3.2.       Penundaan Pengesahan DPT
Penetapan DPT secara nasional yang sedianya dilaksanakan pada 23 Oktober lalu, tetapi dalam rapat pleno Rabu (23/10), KPU memutuskan untuk menunda penetapan hingga 4 November 2013. Selain karena desakan Komisi II DPR dan partai politik yang menolak DPT ditetapkan kala itu, KPU mengambil keputusan itu karena adanya rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagaimana tertuang dalam Surat Bawaslu Nomor 762/Bawaslu/X/2013. Pada lampiran surat tersebut, Bawaslu menyebut masih terdapat 10,8 juta data yang masih bermasalah. Selain itu juga memang masih ada perbedaan data antara data di DPT dan data di Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih).

Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiansyah, menjamin penundaan pengesahan DPT tidak mengganggu tahapan pemilu karena DPT hanya terkait dengan pengadaan logistik pemilu.
Selain itu, Ramlan juga mengatakan keterlambatan penetapan DPT itu tidak masalah bila ditujukan untuk menjamin akurasi daftar pemilih dan tidak berdampak pada penyelenggaraan pemilu secara keseluruhan.

Memang, molornya penetapan DPT itu bisa saja berdampak pada terlambatnya proses pengadaan dan distribusi logistik, misalnya surat suara. Tetapi, bila molornya penetapan DPT itu demi menjamin akurasi daftar pemilih, keterlambatan logistik bisa ditoleransi.

Dari sudut pandang berbeda, penundaan tahapan pemilu, dalam hal ini pengesahan DPT dan seringnya putusan KPU dianulir, baik oleh Bawaslu maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, berpotensi memengaruhi kredibilitas penyelenggara pemilu. Makin kerap KPU menunda atau menggeser tahapan pemilu pasti memengaruhi persepsi publik tentang kemandirian KPU itu sendiri.
Kesemrawutan DPT sebenarnya adalah masalah laten bangsa ini. Meski setelah Orde Baru berakhir kita sudah menggelar tiga kali pemilu, penyakit laten DPT ini tetap menjadi soal dan terus saja dipersoalkan.

3.3.       DPT dan Partisipasi Politik
KPU telah bergerak selangkah menuju Pemilu 9 April 2014. Dari data KPU, jumlah pemilih Pemilu 2014 bertambah. Dibandingkan dengan Pemilu Legislatif 2009 terdapat lonjakan jumlah pemilih terdaftar sekitar 10%, yaitu dari 171.068.667 menjadi 188.622.535 pada tahun 2014 nanti. Jumlah pemilih dari tiap pemilu menunjukkan tren meningkat. Hal itu wajar karena jumlah penduduk bertambah.

Namun, sayangnya tren kenaikan jumlah pemilih tidak sebanding dengan partisipasi politik pemilih. Partisipasi politik justru menurun sejak Pemilu Legislatif 2009. Tingkat partisipasi politik mencapai 92,74% pada pemilu 1999 dan pada Pemilu Legislatif 2009 berada di angka 70,96%. Ada penurunan tingkat partisipasi politik 20%.

Pemilu 1999 menjadi klimaks dari partisipasi politik masyarakat. Euforia politik terjadi seiring dengan berakhirnya Orde Baru. Namun, seiring dengan kian seringnya pemilu digelar, baik di tingkat nasional (presiden, DPR, dan DPD) maupun di tingkat daerah (gubernur dan wali kota), terasa ada kejenuhan politik. Bagi sebagian anak muda, politik menjadi tidak menarik. Demokrasi hanya menghasilkan anggota legislatif dan pemimpin. Namun, demokrasi belum menghadirkan kesejahteraan rakyat.

Pada situasi psikologis-politis seperti ini pemilu 9 April dilangsungkan. Kita mendorong KPU membersihkan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah. Bermasalah dalam arti DPT tidak terdapat nomor induk kependudukan (NIK) yang tidak standar. Padahal kehadiran KTP elektronik dengan satu nomor identitas seharusnya bisa mencegah manipulasi data diri.

Semangat rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam dunia politik harus digairahkan pada Pemilu 2014 nanti. Di Indonesia, memilih adalah hak bukan kewajiban. KPU dan partai politik harus ikut mendorong pemilih apatis menjadi pemilih partisipatif dengan menghadirkan caleg dan pemimpin yang memberikan harapan baru, bukan sekedar janji-janji manis belaka.

3.4.       Potensi Golput

Permasalahan DPT akan berdampak pada meningkatnya masyarakat Golongan Putih (Golput). Sikap masyarakat yang seperti itu wajar saja terjadi mengingat semrawutnya DPT yang tak kunjung terselesaikan. Sikap apatis masyarakat itulah yang pada akhirnya membuat pemilu terancam gagal.  Sebab, ketika apatisme masyarakat semakin tinggi dan luas terhadap pelaksanaan pemilu mengingat DPT-nya yang bermasalah, dengan sendirinya angka golput akan tinggi pula. Apa yang diharapkan dari pemilu yang DPT-nya belum jelas.

Jika kondisi itu tidak disikapi secara serius dan diimbangi dengan pembenahan, bukan tidak mungkin potensi golput pada pemilu nanti akan meningkat drastis. Berkaca dari pelaksanaan pemilu, terjadi peningkatan angka golput selama dua pemilu terakhir. Angka golput Pemilu 2004 mencapai 23,34% dari total pemilih dan meningkat pada Pemilu 2009 menjadi 39,1%. Kekhawatiran mengenai rendahnya partisipasi masyarakat pada Pemilu 2014 dilontarkan juga oleh Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin. Menurut dia, parpol, pers, dan masyarakat sipil harus terus melakukan pendidikan politik ke publik bahwa golput itu tak menyelesaikan masalah.

Meski masyarakat apatis terhadap perilaku politisi dan parpol, golput bukan solusi. Masyarakat harus tetap didorong agar berkontribusi bagi perubahan ke arah yang lebih baik. Wakil Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengatakan, masyarakat apolitis bisa menyebabkan parpol jadi tak aspiratif. Pada akhirnya hal itu akan membuat politisi jadi teralienasi dan hanya asyik dengan diri sendiri. “Jika itu yang terjadi, negara dan bangsa amat dirugikan”

Jika penyelenggaraan pemilu dianggap baik, masyarakat akan menyalurkan haknya dengan baik pula. Mengenai rendahnya kepercayaan publik terhadap parpol dan politisi, Arif mengaku hal itu tidak bisa dimungkiri. Tapi, dia masih merasakan betul bahwa secara nyata masyarakat di dapilnya masih menaruh harapan dan kepercayaan besar terhadap parpol dan anggota legislatif.

Ada berbagai faktor yang berdampak munculnya DPT bermasalah. Karenanya, masalah ini memang tidak bisa sepenuhnya diserahkan kepada KPU. Pengawasan terhadap pemilu merupakan kewajiban dan kewenangan seluruh pemangku kepentingan, termasuk parpol. Kisruh soal jumlah DPT ini sekaligus menjadi sinyalemen bahwa parpol ikut terlibat untuk menjamin hak politik masyarakat.

4.Penutup

4.1. Kesimpulan
Berbagai masalah dalam penetapan daftar pemilih tetap (DPT) haruslah disikapi dengan arif dan bijaksana, tidak selalu mengkambing hitamkan KPU. Masalah DPT harus diselesaikan dengan bantuan semua pihak, baik pemerintah, DPR, maupun partai politik.
Masalah DPT ini juga harus segera diselesaikan dengan tuntas agar tidak ada hak pilih rakyat yang hilang. Memilih dan dipilih adalah hak seluruh rakyat Indonesia.

4.2. Saran
KPU dan semua elemen yang bertanggungjawab terhadap pemilu harus segera menyelesaikan permasalahan DPT. Jangan sampai ada rakyat yang tidak bisa memberikan suaranya hanya karena namanya tidak tercantum dalam DPT.
Masyarakat juga jangan selalu menyalahkan KPU karena untuk mengurus DPT seluruh Indonesia bukanlah hal yang mudah.

Sumber : http://www.kemitraan.or.id/sites/default/files/Buku_09_Meningkatkan%20Akurasi%20Daftar%20Pemilih.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_Gubernur_DKI_Jakarta_2012
http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2015/11/pengertian-pilkada-atau-pemilukada.html
http://tutiyuniatun.blogspot.co.id/2014/02/makalah-permasalahan-dpt-pada-pemilu.html
http://politik.news.viva.co.id/news/read/733-kamus_pemilu
http://fajarguna.blogspot.co.id/2016/04/penulisan-ilmiah-pemilukada-dki-jakarta.html